Tadi pagi, dalam perjalanan dari tempat TERNAK (nganTER aNAK), ada sesuatu yang menarik perhatianku, ketika aku melintasi sebuah sepeda motor di lembah disisi sungai kawasan badut. selintas tidak ada yang menarik. Hanya sepasang suami istri dengan anak bayi mereka digendongan sang bunda. sepertinya mereka baru pulang dari pasar.
pertamanya aku tidak acuh dgn keberadaan mereka. tapi kemudian ada yg menarik perhatianku, ketika aku melihat senyum yang mengembang dibibir sepasang suami istri itu. Senyum yang bersAhaja, penuh makna. seperti itulah aku menangkapnya. Nampaknya mereka sangat berbahagia sekali. itu terpancar jelas dari raut wajah mereka yang hanya sekilas terlihat olehku karena selalu saja aku melewati jalan itu dgn terburu-buru.
Kemudian, tanpa aku sadari, ada perasaan aneh muncul dihatiku yang membuat aku bertanya-tanya. AKU CEMBURU. Aih...aku ulang lagi pernyataan hatiku ini berkali kali. apa benar?. Apa yang pantas aku cemburui dari mereka?. Lihatlah... mereka hanya mengendarai sepeda motor yang sudah agak butut. Lalu aku, Mobil yang sangat nyaman aku pakai. Lalu perhatikan apa yang mereka bawa dari pasar?..aih,aih..ternyata mereka cuma menenteng sekantung kerupuk. itu aja...kerupuk.
Ternyata aku cemburu melihat kebahagiaan mereka berdua. dan aku melihat pada diriku sendiri,...ternyata aku HANYA sendirian. rupanya itu yg membuatku cemburu.
Disepanjang perjalanan menuju rumah, aku merenung. Mengapa aku tidak bisa berbahagia seperti mereka saat ini?. Apakah hanya karena suamiku tidak ada disampingku sekarang.tidak seperti mereka. Apakah itu pantas aku jadikan alasan ditengah banyaknya masalah yg harus aku selesaikan sendirian?.
Ya Robb...ampuni hamba karena kufur akan nikmatmu. Diantara sekian banyak nikmat yg Engkau curahkan pada hamba hina dina ini,..kenapa aku harus mempermasalahkan tentang hal yang satu itu.
Aku berusaha mengulas beberapa bagian dari hidupku, salah satunya ttg keputusanku untuk berada ditempat ini. tentang cita-citaku, tentang ibuku, tentang anakku. aku menarik nafas panjang....dan berusaha menarik kesimpulan dari pertemuanku dg dua orang bersepeda motor itu.
Bisakah kebahagiaan diraih dengan "kesederhanaan" ?. Ataukah paradigma itu harus dibalik. Apabila aku "sederhana" maka aku tidak akan bisa berkarya untuk orang banyak.
Tolonglah aku, berikan saranmu.
No comments:
Post a Comment