SAUDARAKU, benarkah kita yakin bahwa Allah SWT yang
menciptakan, menghidupkan dan memberikan rezeki pada kita? Benarkah kita yakin
bahwa Allah yang menciptakan dan menguasai langit dan bumi? Kalau benar kita
yakin, maka sebesar atau sedalam apakah keyakinan tersebut? Mari kita evaluasi
diri masing-masing.
Bila kita mengatakan bahwa keyakinan dan cinta kita kepada
Allah harus total dan sedalam-dalamnya, karena Dia-lah Yang Maha
Segala-galanya, itu artinya Allah yang paling penting dan paling serius dalam hidup
ini. Lalu, mengapa kita tidak serius kepada Allah, dan hanya memberikan sisa
dalam hidup ini?
Sehari-hari kita bersujud kepada Allah SWT hanya disisa
waktu kesibukan. Kita bersedekah hanya dengan sisa uang jajan. Kita membaca
al-Quran hanya sisa membaca SMS, internet, majalah atau koran. Kita menyebut
nama Allah SWT juga sisa dari menyebut-nyebut nama keluarga, kenalan maupun
nama hewan piaraan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, kita serius serta saling
berlomba dan berbangga memelajari ilmu komputer, akuntansi, bahasa, matematika,
biologi dan lainnya. Namun ilmu tentang Allah tidak begitu serius dan penting
bagi kita. Ilmu tentang Allah hanya sisa, yang seringkali sisa itu pun tidak
kita sisakan.
Daripada kepada Allah, kita lebih sibuk pada uang dan orang,
lebih mengurus pangkat dan gelar. Dibanding cinta kepada Allah, kita lebih
cinta pada makhluk. Dibanding membuka al-Quran, kita lebih asik membuka media
sosial. Daripada berzikir, kita lebih menikmati mengingat dan mengenang makhluk
yang ditaksir, bahkan kita sering terlambat salat karena sedang ada dia.
Tidak terbayangkan, bagaimana bisa kita berani memberikan
sisa-sisa kesibukan duniawi kepada Allah, Tuhan Semesta Alam? Kita bicara jika
yang paling serius adalah Allah, tapi kita sendiri sangat tidak serius
kepada-Nya.
Kalau benar kita serius kepada Allah SWT, maka kita juga
harus serius memelajari, mengenal, mendekat dan mengabdi kepada-Nya. Ilmu
tentang Allah harus kita cari dan pelajari, supaya kita semakin mengenal dan
semakin larut cinta kepada-Nya. Karena tidak akan ada artinya bila hanya di
bibir saja.
Seperti saat terjadi sesuatu yang luar biasa, kita boleh
saja mengucap nama Allah. Saat mendapat rezeki kita bisa saja berkata,
“Alhamdulillah, Allah Yang Maha Memberi”. Tetapi benarkah kata-kata itu sesuai
dengan yang ada di lubuk hati kita yang terdalam? Atau mungkin kita
bersusah-payah mengeluarkan suara serak-serak basah, karena sedang berada di
depan mertua.
Mungkin kita bisa memajang stiker, ukiran, kaligrafi,
spanduk ataupun baliho bertuliskan “Allah” di ruang tamu. Mungkin kita sudah
hafal rukun iman sejak memenangkan lomba hafalan di Taman Kanak-kanak. Tetapi
apakah kita sudah mengenal siapa dan bagaimana Allah, dan apakah keyakinan dan
cinta kita kepada-Nya sudah terpahat dalam di hati?
“Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang
tersimpan dalam dada(mu).” (QS. az-Zumar [39]: 7).
Saudaraku, kalau kita yakin bahwa yang paling penting dan
paling serius dalam hidup adalah Allah, kita juga akan serius mengenal-Nya.
Kalau kita serius memelajari ilmu yang paling agung, yaitu ilmu tentang Allah,
kita juga akan mengenal banyak hal yang ada di bumi, langit atau kehidupan ini.
Kapan dan di mana pun yakin bahwa Allah selalu memerhatikan. Dengan begitu
hidup kita pun pasti tenang, nyaman dan hati-hati.
Namun hidup pasti resah dan gelisah ketika yang paling
serius tidak diseriusi. Setiap saat menjalani bagian demi bagian episode
kehidupan akan bingung, bahkan galau. Ketidakseriusan belajar dan mengenal
Allah SWT itulah sumber seluruh masalah kita dalam hidup ini.
Nah, ketika saya menulis ini, Allah pasti memerhatikan.
Allah juga menatap saudara saat sedang membaca tulisan ini. Allah pasti tahu
apa yang ada di lubuk hati kita. Persoalannya, apakah kita benar-benar ingat
dan yakin kalau kita sedang diperhatikan-Nya? Mari saudaraku, kita serius
mencari dan memelajari ilmu tentang-Nya. Mari kita serius mengenal Allah SWT,
Tuhan Semesta Alam. [*]
Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar, Kamis 18 Desember 2014
Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar, Kamis 18 Desember 2014
No comments:
Post a Comment