Wikipedia

Search results

Tuesday, December 30, 2014

Pribadi Insan Kamil

TAMPAKNYA orang yang benar-benar mendapatkan karunia besar dari Allah adalah yang selalu mempersiapkan dirinya dengan baik. Ia sadar bahwa modal yang sangat penting adalah waktu.


Ciri khas orang yang mengejar kasih sayang Allah adalah orang-orang yang sangat perhitungan dengan waktu. Ia tidak mau waktu berlalu, kecuali harus menjadi sesuatu yang dapat semakin mendekatkan dirinya dengan Allah.


Oleh karena itu, manakala ia menyadari memiliki mata yang sempurnya, sehingga bisa melihat segala sesuatu, maka akan ia persiapkan matanya yang hanya sepasang itu agar dapat melihat Allah yang Maha Perkasa di akhirat kelak. Ia tidak sembarang mengobral matanya yang bisa mengundang murka dan laknat Allah. Ditahannya sekuat-kuatnya walaupun nafsunya sangat berkeinginan. Dunia yang singkat ini adalah ajang persiapan.

 

Sepasang telinga pun tidak dia biarkan segala sesuatu masuk ke dalamnya, yang akan dapat membuat hatinya menjadi keras membatu. Segala yang bisa terdengar, dipilihnya dengan teramat hati-hati. Jelas, ia sangat tidak berselera terhadap kata-kata cemoohan, ucapan kotor dan buruk, ataupun aib-aib orang. Pokoknya, ia tidak ridha telinganya menjadi jalan masuknya racun yang akan membusukkan hatinya.


Dipilihnya kalimat-kalimat terbaik, tuntunan-tuntunan yang benar, dan nasihat-nasihat yang menyejukkan. Dari siapapun datangnya, kalau memang itu kebenaran, maka akan merupakan santapan yang empuk dan lezat bagi telinganya.


Pendengarannya benar-benar hanya menjadi jalan masuknya kata-kata terbaik dan bermanfaat yang akan membuat nuraninya hidup dan cemerlang. Ia pun amat tidak berselera terhadap lagu-lagu maksiat dan yang melalaikan. Sebaliknya, bila terdengar syair lagu yang dapat mengingatkannya kepada kebesaran Allah, ia pun akan menikmatinya, sehingga semakin bertambah-tambahlah kerinduannya untuk senantiasa berdekat-dekat dengan-Nya.


Demikian pula lisannya, ia jaga sekuat-kuatnya agar Allah yang Maha Perkasa mengizinkannya saat ajal menjelang bisa menyebut kalimat thayibah, “laa ilaaha illallaah.” Sebab, ia yakin, menyebut asma Allah di akhir hayat bukan karena terlatih, bukan karena hafal, melainkan kaena izin Allah semata. Tanpa izin-Nya, lidah pun pasti akan keliru membisu, tiada daya.


Karenanya, ia jaga lidah yang satu-satunya ini. Setiap kata yang diucapkan baru terucap setelah melalui perhitungan yang cermat. Yakin benarnya, yakin pula manfaatnya. Dijaganya agar kata-kata yang terucap tidak menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain. Bahkan diupayakannya agar setiap butir kata itu ringkas, padat makna, berbobot, dan jauh dari hawa nafsu yang tidak karu-karuan. Akibatnya, kata-kata itu bagaikan untaian mutiara yang mutunya amat tinggi, indah, bermakna, dan berharga. Orang yang mendengarkannya pun akan merasakan keberuntungan dan kebahagiaan yang tiada tara.


Pendek kata, ia tidak mau mengobral kata-kata, karena tahu bahwa neraka itu sangat dekat dengan orang yang banyak berbicara dan bicaranya tidak terpelihara. Kalaupun harus ada kata-kata yang terucap, maka ia akan sibuk membasahi lisannya dengan menyebut asma Allah. Dan kalaupun mau bermesra-mesra, maka ia akan sibuk bermesra-mesraannya itu dengan bermunajat kepada-Nya.


Ia jaga mulutnya dari ketidakjujuran. Mulutnya tidak perlu merekayasa segala sesuatu, sehinga tampak lebih dari pada keadaan yang sebenarnya. Mulutnya benar-benar jujur dan bersih. Jauh dari kata-kata sia-sia. Jauh dari kata maksiat.



Itulah sebagian dari ciri pribadi insana kamil. Adakah kita termasuk yang merindukannya?[*]

No comments: