Wikipedia

Search results

Tuesday, April 22, 2008

Dingin adalah Mewah


Siang itu, udara terasa dingin karena berbeda dengan hari hari sebelumnya gerimis mulai menyapu pertiwi dari pagi. Mendung terus bergelayut dalam jarak 50 km perjalananku dan seakan cepat jatuh untuk menggelontor segala yang menghalangi. Aku lihat banyak orang pakai sweater dan jaket untuk menghalangi udara dingin menusuk tubuh bahkan teman - temanku yang tidak biasa pakai baju dingin mereka hari ini mengenakan untuk melapisi seragamnya. Sebelum matahari beranjak ditengah - tengah kepala yang semu karena tidak tampak oleh mendung tamuku datang jauh dari kota dipinggir pesisir yang panas. Mereka juga merasakan hal yang sama, dingin, bahkan lebih terasa dingin karena lingkungan asal mereka yang panas.

Dalam waktu yang sama aku punya tamu dari negeri seberang yang dengan sengaja untuk membuat dingin bahkan dingin yang sangat sampai berbentuk es yang diinginkan oleh sebagian besar orang bahkan dengan uang yang tidak sedikit. Sehabis dari perjalanan jauh dan dengan peralatan yang mutakhir mereka memasang dan menyetel peralatan mereka untuk mendapatkan dingin yang diinginkan. Mereka dengan sabar menunggui peralatan dapat bekerja dengan baik dan baru meninggalkan tempat setelah semua dipastikan berjalan dengan baik. Dingin yang mereka dapatkan tercapai dan mereka pulang.

Waktu berjalan, siang hampir bergeser kesore tapi matahari juga tak kunjung kelihatan. Dalam rintik hujan aku dengan para tamuku akan menyeberangi perairan dalam yang begitu luas bahkan daratan yang akan kami tuju tertutup oleh kabut hujan. Sekali lagi, dingin menghadang didepan mata dalam perjalanan 15 menit kedepan. Aku duduk pada deret kedua dari belakang kendaraan air yang membawa aku kedaratan seberang. Kendaraan bergerak maju, rintik hujan semakin membesar dan berubah menjadi hujan dan tak pelak tampias air mengenai badanku. Terasa basah kaosku dan mulai terasa aliran dingin mengenai kulitku. Basah koasku lebih terasa lebih setelah aku turun dari kendaraan air yang masih disiram air hujan. Aku nikmati. Dalam obrolan kami setelah satu jam dan hujan telah reda kami kembali kedaratan seberang. Panorama berubah total dari waktu berangkat tadi, bukan kabut hujan yang kami lihat tetapi panorama indah dengan segala kemewahan yang ada aku lihat. Air yang tenang, kabut tipis yang menyapu pada bukit sekitar perairan, cahaya langit yang teduh, angin lembut dan burung yang terbang didekat kendaraanku aku rasakan sangat mewah. Bahkan jauh lebih mewah dari apa yang dipajang diruang pajang kendaraan mewah sekalipun dan jauh lebih cantik dari polesan ahli kecantikan manapun didunia. Semua terasa nikmat dan membahagiakan dengan gratis. Semua itu ironisnya datang justru dari yang sebagian dari mereka untuk menolak, dingin. Aku menikmati bukan dengan sweater dan jaket, aku merasakan bukan dengan panca indera yang aku miliki tapi aku mendapatkan semuanya dengan hati. Bersamaan dengan tarikan nafasku kalimat Allahu Akbar aku lantunkan dalam hati, maha besar Allah dengan segala nikmat-Nya.

Dingin ternyata mewah bahkan saking mewahnya seluruh manusia mulai bingung ketika bumi sudah mulai meninggalkan dingin. Es di kutub mulai mencair, cuaca yang tidak menentu akibat pemanasan global dan sebagainya. Barang - barang mahalpun digelar dan dijual untuk mencari yang dingin mulai dari kipas angin, air conditioner, lemari es bahkan vila dan hotel yang menjual kata "dingin" laku keras. Tapi ironis memang ironis, dingin dibeli untuk dibuang untuk tidak dinikmati bahkan yang gratis sekalipun yang tinggal untuk dinikmati. (by Her)

No comments: